Akubertipikal seperti wanita jawa pada umumnya Cerita Dewasa Seks - Perkenalkan aku Parjo Irma,eksibisionis lagi Aku lihat jam dinding di hotel menunjukkan pukul 11 malam Cerita SEKS Panas Searching Select a Page Cerita seks bersama saudara sendiri selalu saja menarik untuk diulas Elephant Pet Skyblock Cerita seks bersama saudara sendiri Enggaksampai 10 menit , mobil Honda putihnya mendarat persis disamping mobil aku . " Surprise , nah ketauan ya enggak ngajak - ngajak kita " suara 2 Ce temennya Aning teriak bareng . Diposting di Cerita Dewasa, Tag Cerita Dewasa Memberikan Kenikmatan Untuk Istri Orang. Film Terkait. Cerita Artis Temen Kost Yang Paling Cantik. Cerita CeritaDewasa Hot Enaknya Ngentot di Warnet | Cerita Hot Terbaru -Kumpulan Cerita Ngentot HOT Terbaru 2013 hanya di Berita Harian Dewasa Dengan Topik Cerita Sex | Cerita Hot Seru | Cerita Ngentot Hot | Cerita Panas | Cerita dewasa Seru | Cerita Sedarah | Cerita ML | Cerita Mesum dan Ngentot | Cerita Porno Terpanas | yang pastinya sangat seru untuk Ceritadewasa. Sebelumnya aku kasih tahu tentang aku. Aku adalah seorang karyawan disebuah perusahaan di Jakarta. Namaku sebut aja inug, umur 28tahun. Aku sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak.Awal kejadian perselingkuhan yang tak aku inginkan pada saat aku pulang ke jogja. Saat itu aku biasa ke yogyakarta memilih naik bus.Saat pukul 15.00 aku berangkat keagen CommentsOff on Cerita Dewasa Ngentot Di Dalam Mobil Dengan 69. Cerita ngentot. Menceritakan pengalaman Sex dari seorang pasangan yang sama-sama melepas keperjakaan dan keperawanan. Mereka bernama Atep dan Putri. Yang cukup menarik dari cerita ini ialah dimana Putri ini seorang wanita Jilbabers sholehah yang taat pada agama. Mau tau kelanjutan jvROMg. ? NOVELBASAH ? “Akua, akua, akuaa! Akua, Mijon, Sprit, Panta! Yang aus, yang aus!” Teriak beberapa pedagang asongan dengan intonasi khas, menyelinap di celah barisan mobil-mobil yang tak bergerak. Pagi sudah tak lagi terlihat seperti pagi; matahari yang meninggi serta bising dan panas dari kendaraan membuatnya seolah sudah tengah hari. Sepasang muda-mudi tampak bengong di dalam Honda Jazz merah, menatap kosong pantat-pantat kendaraan yang berjajar di hadapannya. Lagu Ain’t It Fun-nya Paramore terdengar mengalun pelan di dalam kabin yang dingin ber-AC. “Udah sampe di mana kita?” Tanya Alya yang duduk di sebelah kiri kemudi. “Udah gak usah becanda.” Jawab adik Alya, Ivan yang memegang setir. “Idih sewot.” Tukas Alya sambil mengambil iPad putihnya di samping tuas rem tangan. “Abisnya, udah empat jam kita di sini gak kemana-mana.” Jawab Ivan dengan ketus. “Kak Al sih, coba tadi kita berangkat pagi banget bareng Papah, pasti gak gini ceritanya.” Pungkasnya. “Ya maaf.” Jawab Alya. “Banyak pesenan, cong.” Lanjutnya sambil mengoprek tabletnya itu. Keduanya terpaksa pulang mudik terlambat setelah Alya memaksa adiknya berbelanja oleh-oleh terlebih dahulu. Alya terlihat mengenakan tanktop double layer berwarna putih persik dan hotpants blue jeans, sesuai dengan perangainya yang super cuek tapi selaras dengan wajahnya yang cantik dan kulitnya yang putih. Sementara Ivan hanya mengenakan kaos biru kadet dengan jeans, menunjukkan tipe cowok yang santai. Kedua kakak-beradik itu hanya terpaut usia 2 tahun. Ting tong ting tong ting tong! “Hape lu tuh, angkat.” Perintah Alya. Ivan mengambil handphone-nya, melihat tapi kemudian mematikan panggilan itu. “Cieeeh dirijek.” Sindir Alya. “Siapa siiiih? Fans lu, yaa?” Cibirnya. Ivan tak menggubris sindiran kakaknya itu. “Kenapa sih lu, Van, udah kelas dua belas masih belum punya pacar?” Tanya Alya, heran dengan adiknya ini. Padahal menurut sepengetahuannya, cukup banyak cewek-cewek yang menyukai Ivan. “Jangan dibahas laah.” Jawab Ivan, mengelak. “Eh, seriusan. Kenapa?” Tanya Alya lagi. Ivan tak meresponnya. Sesungguhnya, standar cewek buat Ivan sudah terlanjur tinggi dipatok oleh kakaknya sendiri. Punya kakak yang cantik, fashionable, dan rajin merawat diri membuatnya susah mencari cewek yang mendekati itu di sekolahnya. Beberapa kali Ivan pernah mendekati cewek tapi tak satu pun yang sesuai dengan harapannya. “Ganteng sih cukup, rapi iya, bersih iya. Apa lu kurang nyekil, ya?” Alya mencoba menganalisa problem adiknya. Menurutnya, adiknya itu memang tak cuma santai seperti dia tapi juga terlalu pasif terhadap cewek. Ivan enggan merespon pertanyaan kakaknya itu. Jelas saja, melihat kendaraan macet yang sangat panjang, bisa dipastikan sebuah pembicaraan akan sangat panjang juga. Ivan tak mau jika tentang dirinyalah yang dibahas sepanjang sisa perjalanan. “Yah, dianya cuek.” Kata Alya. “Ya udah, gue tidur aja. Bosen.” Katanya lagi, menyimpan iPad-nya. Alya menarik tuas seatback dan mendorong sandaran joknya itu ke belakang. Ivan tak mempedulikan ocehan kakaknya itu dan membiarkan dirinya ditinggal tidur sendirian. Ivan menengok jam tangan yang dipakainya, sudah lebih dari empat jam kendaraan mereka tersangkut kemacetan arus balik. Tidak nyaman dengan posisi tidurnya, Alya menaikkan kaki kirinya ke dashboard. Mata Ivan terlihat menyudut, mengintip sepasang kaki mulus yang membentang di sampingnya. Ivan memang sudah sangat terbiasa melihat kakaknya memakai shortpants atau miniskirts, atau pakaian mini lainnya tapi sepertinya darah kelelakian remaja puber itu membuat dia tak pernah bosan dengan pemandangan yang mengundang’ itu. Usia mereka memang tak begitu jauh tapi tentu saja soal fisik Alya sudah jauh lebih dulu matang dari Ivan -dan itulah yang sering menjadi masalah buat Ivan. Apa yang Ivan lihat kali ini adalah kaki dengan jari-jari kaki yang terawat, betis yang kencang, dan paha ramping yang bersela, semuanya dia lihat di sepasang kaki jenjang yang kulitnya halus mulus dan putih bersinar bak mutiara. Sering kali Ivan hanya bisa menelan air liurnya jika mendapati keindahan seperti itu, terlebih jika dia mendapatkan bonus, seperti yang sedang diintipnya kali ini. Alya mengenakan jorts, celana jeans yang super pendek dengan jumbai-jumbai denim tak berkelim. Celana yang terlalu pendek yang hanya sekedar menutupi 5-7 sentimeter bagian paha Alya. Kaki kanannya yang terlipat dengan lutut keluar itu membuat selangkangannya membuka, menyisakan celah pada lubang kaki celana yang mendekati bagian selangkangannya. Melihat kakaknya sedang memejamkan matanya, Ivan menjulurkan pandangannya, mengintip permukaan terbuka yang memperlihatkan sebagian lapisan celana dalam dan permukaan selangkangan Alya. Sekali pun Alya memakai celana dalam putih mint tapi permukaan kulit selangkangan Alya yang putih seputih susu masih terlihat kontras dengan warna celana dalamnya itu. Bonus-bonus seperti ini yang selalu membuat Ivan kecil terbangun. Walau pun Alya adalah kakaknya sendiri, Ivan sudah lupa kapan terakhir kali melihat kakaknya bugil, membuatnya justru selalu tertarik dengan bagian-bagian tubuh yang selalu disembunyikan Alya. “Van.” Kata Alya. “Y-ya?” Tanya Ivan terkejut. “Turunin AC-nya dong, gue takut beser.” Jawab Alya. “Oh. Iya.” Jawab Ivan sambil memutar cakram temperatur AC-nya. — “So am I wrong? For thinking that we could be something for real? Now am I wrong? For trying to reach the things that I can’t see? But that’s just how I feel, That’s just how I feel That’s just how I feel..” Lagu Nico & Vinz terdengar menggetar dari speaker satelit dan subwoofer di dalam kabin kendaraan itu, seirama dengan ketukan telunjuk Ivan pada permukaan setir yang dipegangnya. Sudah dua jam berlalu sejak Alya tertidur tapi angka odometer di panel instrumen masih belum banyak bertambah, atau dengan kata lain jalanan amat sangat macet. “Van.” Alya terbangun dari tidurnya. “Gue pengen pipis.” Katanya, setengah bergumam. “Euh. Bentar.” Jawab Ivan sambil celingukan, melihat celah buat menepi di tengah-tengah kemacetan itu. “Ngga bisa, kak Al.” Kata Ivan, melihat mobil yang disetirnya persis berada di tengah-tengah. “Aduuuh, gue gak tahan.” Kata Alya sambil meringis menahan perutnya. “Van??” Desak Alya, kebingungan tak punya solusi. “Emm, emm.” Ivan terlihat ikut bingung. “Gimana dong? Mau pake botol?” Ivan juga tampaknya tidak tahu harus berbuat apa. “Aduuuh. Lu pikir gue cowok.” Protes Alya. “Aaaaaaah! Aduh, aduh!” Teriak Alya sambil berdiri, kemudian loncat ke jok belakang. Alya terlihat terdiam untuk beberapa saat setelah duduk di belakang. “Van. Koper gue di mobil Papah, ya?” Tanya Alya kemudian sambil nungging ke belakang, mengecek bagasi. “Lah situ naronya di mana?” Ivan balik bertanya sambil mengintip kakaknya dari cermin dalam. “Hah? Kak Alya ngompol??” Teriak Ivan, melihat jeans pendek kakaknya itu berbayang basah pada bagian bawahnya. “Hahaha!” Lanjutnya sambil mentertawakan kakaknya. “Ih sialan malah ngetawain.” Balas Alya kesal. “Nih, makan!” Katanya dari belakang sambil mengelapkan tangannya yang basah oleh air kencingnya ke wajah Ivan. “Aaaah, bau memeeeeeek!!!” Teriak Ivan sambil segera mengambil tisu dan mengelap mukanya, kemudian melempar tisunya ke belakang ke arah Alya. “Enak aja dibilang bau memek! Memek gue kagak bau!” Alya kembali mengusapkan tangannya ke wajah Ivan. “Mmh! Bauuu!” Ivan kembali menyeka wajahnya dengan tisu. “Bau apa sih lu!?” Tanya Alya kesal, merasa difitnah dibilang bau seperti itu. “Van.” Kata Alya kemudian. “Koper gue di mobil Papah, gue gak ada celana cadangan.” Rengek Alya. “Aku juga gak bawa apa-apa.” Jawab Ivan. “Lagian pantat kak Al kan gede, celanaku gak bakalan ada yang muat.” Ivan kebingungan. “Ada supermarket gak?” Tanya Alya sambil melihat-lihat ke samping jalan. “Nggak lah, ini masih hutan rimba.” Jawab Ivan, menunjuk rumah-rumah yang sepi dari pertokoan. “Lebay lu, ah.” Kata Alya. “Emang di mana kita?” “Cijapati.” Jawab Ivan. “Mau dikeringin pake AC gak celananya?” Tanya Ivan menawarkan solusi. Kepala Ivan mendadak penuh warna, membayangkan kakaknya melepas celananya di mobil. — “Nih.” Kata Alya sambil mengambil Minute Maid Pulpy Orange dari kantong plastik yang dibawanya dari Indomaret. “Thanks.” Ujar Ivan yang mendadak terlihat hanya mengenakan singlet putih. “Dapet celananya?” Tanyanya kemudian. “Enggak, cuma ada cangcut doang.” Jawab Alya sambil menunjukkan bungkusan celana dalam yang baru dibelinya. “Nih.” Alya melempar kaos Ivan yang tadi dipakai untuk menutupi celananya yang basah. “Jangan coba-coba bilang bau memek!” Teriak Alya, melihat Ivan yang akan membuka mulutnya setelah mencium-ciumi kaosnya. “Kayak lu tau aja bau memek kayak gimana.” Protes Alya sambil melangkah ke belakang. Ivan melirik Alya yang melangkah di sampingnya, menatap tak berkedip paha yang putih dan mulus itu. “Tau lah, kayak bau pesing gitu, kan.” Jawab Ivan membela diri. “Gue buka celana, awas lu kalo nengok.” Ujar Alya sambil menjulurkan tangannya ke spion dalam dan memutarnya ke arah samping, khawatir Ivan mengintipnya. “Bau pesing? Kata siapa? Sok tau.” Protesnya. “Memek bocah kali, Van, bau pesing.” Pungkas Alya sambil beranjak persis ke belakang jok Ivan. Jantung Ivan mendadak berdegup kencang mengetahui kakaknya itu akan mengganti celana dalam. Sepertinya Ivan tak ingin kehilangan momen itu tapi dia tak memiliki cara untuk memanfaatkannya. Dia berpikir keras untuk bisa mengintipnya tanpa sepengetahuan Alya. Tapi sia-sia, tak satu pun keluar ide dari kepalanya. “Nih, jemurin.” Kata Alya sambil menjulurkan hotpants-nya itu ke depan. Ivan mengambilnya dan bermaksud meletakkannya di dashboard. Pikirannya semakin kacau, terbayang kakaknya itu hanya menggunakan celana dalam di belakang sana. Karena dashboard cukup jauh, akhirnya langkah ini akan dia coba gunakan sebagai modus untuk memalingkan wajahnya ke belakang. Tapi belum sempat Ivan bergerak, “Nih, ini wangi memek beneran.” Kata Alya tiba-tiba sambil menyentuhkan telunjuknya ke hidung Ivan, setelah sebelumnya Alya menyelipkan telunjuknya ke dalam celana dalam yang baru saja dipakainya. “Mana bau pesing? Itu namanya wangi.” Ujarnya. Seolah terhipnotis, Ivan terpaku dengan aroma yang keluar dari telunjuk Alya. Aroma wangi segar yang bercampur sedikit wangi lembab yang khas. Wangi yang sangat familiar buat Ivan. Sudah sejak masuk SMP Ivan menjadi perompak celana dalam. Celana dalam siapa lagi kalau bukan punya kakaknya? Sejak kakaknya berubah menjadi seorang remaja putri yang menarik, hal-hal pribadi milik Alya selalu menjadi magnet perhatiannya. Awalnya hanya sekedar ingin tahu, lama-lama menjadi candu dan inspirasi pelampiasan hasrat pubertasnya. Bra, miniset, kaos dalam, celana dalam, celana pendek spandex, dan segala pakaian yang meninggalkan aroma khusus dari tubuh kakaknya. Nyaris semua aroma bebauan, dari wangi artifisial; parfum, cologne, lotion, sampai wangi alami pengaruh hormon estrogen dalam tubuh kakaknya; keringat, ketiak, apalagi bau dari celana dalamnya. Wangi lembab yang barusan tercium itu mengingatkan Ivan pada celana dalam Alya yang biasa dicurinya. Wangi yang biasanya cukup kuat pada bagian tengah celana dalam yang biasanya disertai noda, atau yang masih disertai cairan lengket jika Ivan mengambilnya tidak lama setelah dipakai Alya. Tapi ada hal yang Ivan sadari berbeda dengan apa yang selama ini dia cium, kali ini bukan hanya lembab tapi juga wangi fresh yang menyegarkan. Wangi yang tak pernah dia temui sebelumnya. “Heh!!! Kenapa jadi ngelamun!!” Teriak Alya. Alya yang bawahannya hanya mengenakan celana dalam yang baru dibelinya itu loncat kembali ke jok di samping Ivan. Tapi sial buat Ivan, sebelum dia sempat melihat bagian terbuka milik kakaknya, Alya lebih dulu mengambil kaos Ivan yang belum sempat kembali dia kenakan, dan secepat kilat menutupkannya pada pahanya. Alya melihat ke sekelilingnya, memastikan tak ada orang dari kendaraan lain yang melihatnya tadi. “Kita sambil melipir aja, Van, cari toko baju. Kalo macet terus, gue pasti perlu celana. Tapi kalo lancar sih gak apa-apa.” Pesan Alya. Ivan masih terlihat bengong, tak merespon omongan Alya. “Eh, kok lu kayak yang horny, Van?” Tanya Alya keheranan setelah melihat wajah Ivan yang mendadak cerah. Pupil mata Ivan terlihat melebar namun kelopak matanya menyempit sayu, alis matanya turun, Ivan seperti sedang di bawah pengaruh obat penenang. Ivan yang masih tak menjawab terkejut ketika tiba-tiba saja Alya mengulurkan tangannya memegang bagian selangkangannya. “Iiiih, lu horny sama gueeeeee???” Teriak Alya histeris menemukan batang kelamin Ivan tegak mengeras. “Kak Alya!!” Teriak Ivan, melotot ke arah tangan Alya yang persis menekan kemaluannya. Kendati protes, Ivan tetap membiarkan tangan Alya menyentuh kemaluannya, tak bisa berbohong dengan kebutuhan biologis tubuhnya. “Kok bisa, Van?” Tanya Alya. Alya sendiri tidak menarik kembali tangannya. Diam-diam dia terkejut mendapati batang kejantanan adiknya itu terasa besar dan tebal. Alya sendiri tak ingat kapan terakhir kali dia melihat kemaluan Ivan. Namun yang pasti, ukurannya sekarang jauh lebih besar dari yang dia kira. Awalnya Alya tidak membuat gerakan apa-apa tapi karena kepenasarannya, Alya refleks menggerakan tangannya maju hingga ke ujung akhir kepala penis Ivan dan kemudian mundur hingga pangkal batangnya. Alam bawah sadar Alya cukup penasaran dengan ukuran penis Ivan yang sesungguhnya. Tapi hal itu diterjemahkan lain oleh Ivan. Ivan yang kemaluannya sudah ready’ itu menggelinjang sedikit, mendapatkan rasa nikmat dari pergeseran tangan Alya. “Eh sori, gue gak maksud.” Ucap Alya, melihat adiknya terlihat keenakan dengan gerakan tangannya. Alya tak ingin hal itu disalah-artikan, dia pun menarik kembali tangannya. Tak pernah terpikirkan dalam benak Alya jika adiknya bisa terangsang olehnya, bahkan bisa menerima sentuhan darinya. Alya sendiri sudah membuang jauh ketertarikan fisik dengan adiknya, sekali pun tak bisa disangkal oleh tubuhnya jika dirinya juga sedikitnya menikmati hal-hal seperti itu. Walau pun Alya lebih dewasa dan lebih memahami arti dari hubungan adik-kakak tapi terkadang refleks dari tubuhnya yang penasaran membuatnya tak sadar. Tak jarang Alya mendapati dirinya ngobrol dengan Ivan tanpa alasan yang jelas ketika Ivan pulang bermain futsal padahal hanya untuk sekedar menghirup wangi keringat maskulin Ivan atau ketika Ivan selesai mandi, Alya tak sadar jika dia sering sekali mengajak Ivan bercanda hanya untuk melihat dada Ivan yang bidang atau melirik pantat Ivan yang hanya berbalut handuk. Tapi semua hanya sejauh itu, Alya masih cukup sadar untuk tidak terjebak lebih dalam. Terkecuali hari ini, Alya cukup terpesona dengan batang kemaluan Ivan yang sejak sekian tahun baru disadarinya kembali. “Lu kok kayak yang keenakan.” Ujar Alya. Lagi-lagi Alya tak sadar tangannya telah kembali memegang kemaluan Ivan. Bukan hal yang diinginkan Alya sama sekali tapi itu tetap terjadi di luar kendali akal sehatnya. Ivan masih tetap terdiam mendapati tangan Alya kembali menyentuhnya. Bukan pengalaman pertamanya memang, penisnya disentuh cewek bukanlah hal yang aneh karena Ivan juga tak jarang digoda atau menggoda cewek-cewek. Namun usapan tangan Alya diluar dugaannya, jiwa kelelakiannya bergejolak, bukan saja karena Alya adalah kakak kandungnya sendiri tapi juga karena selama ini Alya adalah sosok cewek yang selalu menjadi favoritnya. Sosok mustahil yang hanya bisa Ivan bayangkan dalam khayalannya, bukan dalam dunia nyata. “Ini enak?” Tanya Alya sambil menatap mata Ivan yang terlanjur terbuai gairah, jempol tangannya mengusap-usap bagian leher kemaluan Ivan yang masih terlapisi jeansnya. Ivan mengangguk, tubuhnya yang haus akan pelampiasan itu tak bisa berbohong. Alya melihat ke luar, mengecek jika orang dari kendaraan lain bisa melihatnya. “Sejak kapan punya lu jadi gede gini, Van?” Tanya Alya. “Sejak teteh susunya gede. Haha.” Jawab Ivan sambil bercanda. “Haha!” Alya tertawa cukup keras, mengingat hal itu sangat logis. “Jangan-jangan lu suka sama tetek gue ya?” Tanya Alya memancing. “Iya lah. Punya kak Alya gede.” Jawab Ivan jujur. Alya tersenyum merasa tersanjung. “Van.” Kata Alya kemudian. “Jangan mikir yang aneh-aneh dulu, ya.” Ujar Alya mengantisipasi sesuatu. “Liat, ya? Penasaran.” Pinta Alya sembari menunjuk kemaluan Ivan. Ivan tentu saja mengangguk setuju, cowok mana yang mau menolak cewek minta izin melihat anunya? Ivan melihat sekelilingnya, memastikan mereka berada di situasi yang aman. Reflektor film di jendela kendaraannya sudah dia ketahui membuatnya aman dari intipan orang di luar, terkecuali dari jendela bagian depan. Namun tak ada kendaraan yang memiliki tinggi signifikan untuk mengintip mereka dari depan. Alya pun membuka kancing dan menurunkan ritsleting celana Ivan. Kemudian dia menarik celana dalam yang menghalangi kemaluan Ivan. Alya tampak takjub melihat benda tegang berurat yang ternyata cukup besar, lebih besar dari yang Alya pikirkan dan yang pernah dia lihat di jaman dahulu kala. Bukannya puas setelah melihat itu, Alya justru merasa horny karenanya. Dua adik-kakak ini nampaknya masing-masing sudah cukup tergugah secara seksual tapi tak satu pun yang menunjukkan sinyalnya terang-terangan. Alya sendiri bisa berbuat sekehendaknya karena merasa dia yang paling tua tapi tetap saja dia terlalu gengsi untuk memperlihatkan itu secara terbuka. Sementara Ivan bersikap sebagaimana seorang adik seharusnya, dia tak berani berinisiatif apa pun, khawatir menjadi salah di mata kakaknya. Keduanya merasakan dorongan birahi yang sama namun keduanya juga sama-sama tak ingin hal ini menjadi sumber bencana. Ivan diam saja ketika Alya meraba-raba urat-urat dan renjulan-renjulan samar di penisnya. Sentuhan jemari lembut kakaknya dirasanya bak belaian bidadari yang membuai hasratnya. Alya sendiri rupanya sudah terlalu terangsang. “Lu beneran belum punya pacar? Belum pernah begini-beginian sama cewek?” Tanya Alya bermodus. Ivan menggeleng, berbohong. Berharap besar yang dilakukan kakaknya itu tak berhenti sampai di situ. “Kalo ini?” Tanya Alya sambil kemudian menjulurkan lidahnya dan menjilati leher kemaluan Ivan. Alya menengok Ivan kembali, menanti dengan cemas reaksi Ivan. Ivan masih menggeleng dengan tenang padahal dalam hatinya Ivan begitu terkejut kakaknya sendiri ternyata cukup berani melakukan itu. Sadar jika sekenarionya sukses, dalam hal ini apa yang dilakukannya bisa diterima dengan positif oleh Ivan, Alya membuka mulutnya dan memasukkan kepala penis Ivan ke dalamnya. Ivan yang masih terkejut tapi senang terlihat terpejam, menikmati hangat mulut kakaknya itu. Sentuhan lidah yang basah di dalam mulut Alya membuatnya terdiam nikmat, terlebih ketika mulut kakaknya itu menghisap-hisap dan menyedot-nyedot kemaluannya. Ivan pun refleks menarik tuas pengatur jarak duduk hingga joknya lebih mundur, menyisakan ruang yang cukup banyak untuk kakaknya. Alya menggerak-gerakkan mulutnya, menarik-narik kemaluan Ivan keluar-masuk mulutnya. Terlanjur terangsang, Alya meraih tangan Ivan dan menyelipkannya pada baju Ivan yang menutupi pahanya. Ivan merasakan tangannya menghampiri permukaan yang hangat, bagian selangkangan Alya yang hanya berlapis celana dalam. Melihat adiknya tidak cukup ahli beraksi di sana, Alya mencoba membantu tangan Ivan tiba di lokasi yang sangat dia inginkan. “Mhh..” Alya terdengar melenguh, mengarahkan jemari Ivan pada klitorisnya tapi mulutnya pun tak berhenti menghisap kemaluan Ivan. “Van.” Ujar Alya, berhenti melakukan aktivitasnya. “Kamu ngerasa enak, gak?” Tanya Alya. Ivan terkejut mendengar kakaknya menggunakan panggilan Kamu’, membuat dirinya serasa lebih dekat dengan Alya. Ivan berpikir, mungkin karena kakaknya ini sudah cukup terangsang. Tanpa ragu-ragu Ivan mengangguk. “Kayaknya kita harus parkir.” Kata Alya. — “Van.” Ucap Alya yang sudah duduk di belakang dengan wajahnya yang sudah sayu, merentangkan tangan menyambut Ivan yang beranjak menuju ke arahnya. Ivan melangkahkan kaki ke belakang tanpa bisa bersabar lagi, kakaknya yang cantik itu sudah duduk dengan bawahan celana dalam yang sudah tak terhalangi apa pun lagi. Siang hari yang terik tampaknya tak begitu terasa oleh kedua insan di dalam mobil yang ber-AC itu. Kendaraan mereka terparkir di depan sebuah pabrik garmen yang terlihat sepi. Kendaraan-kendaraan lain tampak masih berbaris di sepanjang jalan itu. Sepasang adik-kakak yang sedang dibakar gelora itu tampaknya sudah terlanjur bernafsu. Tak peduli lagi dengan sekelilingnya, Alya sudah tak bisa lagi menahan-nahan hasratnya, sementara Ivan tentu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan di pelupuk mata. “Yakin kak Al kita ga bakalan apa-apa?” Tanya Ivan yang sudah duduk itu celingukan melihat ke luar. Jendela-jendela belakang kendaraan mereka memang cukup gelap, tak mungkin terlihat jika selintas lalu tapi tetap saja Ivan khawatir jika ada orang yang betul-betul mencurigai mereka dan mengintipnya ke jendela. “Tenang, Van. Mau telanjang pun gak bakalan ada orang yang percaya kita berbuat aneh. Lagi pula siapa yang berani marahin adik-kakak cuma gara-gara gak pake baju, palingan mereka yang malu duluan.” Jawab Alya menenangkan. Alya menarik celana Ivan turun hingga lutut Ivan, lalu kembali menghisap batang kejantanan Ivan yang sudah menjulang. Tak tahan dengan penis yang tegap berurat itu, Alya melepas celana dalamnya. Ivan mencoba bersikap tenang sekali pun untuk kali pertamanya dia melihat selangkangan Alya yang putih tak berpenghalang. Rambut kemaluan kakaknya itu terlihat rapi dan enak dipandang. Jantung Ivan berdegup kencang ketika paha yang jenjang itu melangkahi dirinya. Sejujurnya, ini adalah pengalaman berhubungan intimnya yang pertama kali. Tapi gugupnya itu sirna ketika Alya membuka pakaian luar dan branya. Kegugupan Ivan terbius oleh dua benda indah yang menggunung di hadapannya. Dua payudara yang kencang itu bak dua lemon besar yang kenyal dan berisi. Putingnya menguncup dan tegang, membuat gila siapa pun yang melihatnya. Alya bertumpu pada kedua lututnya di jok, mengangkangi Ivan yang duduk. Dia meraih benda tegak milik Ivan dan mengeluskannya pada permukaan bibir kemaluannya. Ditempatkannya batang ber-helm itu pada sela bibir kemaluan Alya yang sudah merekah itu. Alya mencoba menggoyangkannya, memutar-mutarnya, liang senggamanya yang belum cukup basah itu membuat kemaluan Ivan terasa seret. “Aaah.” Desah Alya ketika kepala dan batang penis Ivan melesak, menyelinap masuk mengganjal liang vaginanya. Ivan terpejam, keperjakaannya telah hilang dengan cara yang sangat menyenangkan. Ivan begitu menikmati denyut-denyut kenikmatan yang terhantar dari batang kemaluannya. Dia merasakan batang kemaluannya terhisap oleh rongga panas yang sempit yang dipenuhi oleh dinding-dinding yang empuk dan lembut. Baru disadari olehnya jika berhubungan intim itu tak ada bandingannya dengan onani. “Pelan aja ya? Biar mobilnya gak goyang.” Ujar Alya sambil mencoba menggerakan pantatnya turun-naik. “Enak gak, Van?” Tanya Alya. Ivan hanya mengguk. “Kak Al?” Ivan bertanya balik. “Banget. Emmh.” Jawab Alya sambil mendesah. “Tau gini dari dulu, Van. Ahh.” Desahnya kemudian. Alya memang tak mengira jika batang kemaluan yang selama ini selalu ada di rumahnya itu sangatlah nikmat. Batang kemaluan Ivan yang menyeret-nyeret dinding vaginanya dirasakannya seolah belaian angin musim semi, mengelus dan memijatnya dengan penuh kenikmatan. Alya mengambil tangan Ivan yang masih malu-malu, kemudian menyentuhkannya pada dua payudara yang kedua ujungnya sudah tegang itu. Ivan yang memang terlalu takut merusak suasana untuk melakukan sesuatu itu begitu kegirangan mendapat izin untuk memegangi buah dada kakaknya yang indah itu. Ivan menggenggamnya, mengusapnya, mengelusnya, dan meremasnya. Alya hanya terpejam menikmati dua stimulasi yang nikmatnya minta ampun itu. “Van.” Ujar Alya berbisik sambil menggerakkan pantatnya penuh dengan perasaan. Alya menegakkan badannya, mengarahkan kedua payudaranya persis di wajah Ivan. Lalu dia mengusap lembut rahang Ivan dan menarik leher Ivan maju. Ivan tahu apa yang diingikan kakaknya. Tanpa basa-basi, Ivan menghisap puting payudara Alya. Cukup lama keduanya saling berpacu kenikmatan, sekali pun samar kendaraan yang mereka naiki itu sedikit bergoyang tapi tak begitu terlihat untuk orang lain. “Ahhh.” Alya kembali mendesah, merangkul Ivan dengan cukup kencang dan menekan payudaranya ke wajah Ivan. “Aku, emhhh.” Desah Alya sambil menikmati gesekan di bawah sana. Beberapa saat kemudian, Alya terlihat memperdalam dan memperlama gerakannya. “Ahhh. Ahhh.” Desah Alya dengan rangkulan yang kian kencang melilit tubuh Ivan. Jemari Alya kemudian terlihat meremas-remas apa pun yang ada di sekitarnya. Alya tak bisa berpikir banyak, kecuali menikmati pohon kenikmatan yang tumbuh kian tinggi, kian tinggi, dan semakin tinggi. Rasa nikmat bermunculan bak kuncup bunga yang menanti untuk mekar. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!” Alya menegakkan kepalanya, lehernya terlihat berurat, pantatnya menancap dalam-dalam menghisap batang kemaluan Ivan. Alya terpejam, bunga-bunga orgasme yang akhirnya mekar itu seolah beterbangan tertiup angin musim semi yang menerbangkan jiwanya. Bunga-bunga nikmat itu terbang berhamburan dari ujung-ujung syaraf yang tertanam pada organ-organ di sekitar selangkangannya. “Hahhhh. Hahh.” Alya berdiam sejenak, badannya melunglai, pelukannya mengendur. Ivan masih saja terdiam menikmati hisapan dan gesekan dinding kemaluan Alya. Pengalaman pertamanya ini membuatnya tidak cukup awas dengan bahasa intim tubuh kakaknya, Ivan bahkan tak menyadari jika Alya baru saja orgasme. Namun Alya sepertinya memahami ini. Ingin membalas kenikmatan yang tadi diperolehnya, Alya dengan hati-hati mempercepat gerakannya. Ivan yang masih memegangi dan meraba-raba buah dada kakaknya itu terkejut merasakan kenikmatan dari goyangan pantat Alya yang bertambah. Kemaluannya terasa menebal, denyut-denyut kenikmatan mulai terasa kian memuncak. Seperti roket yang sedang membawanya terbang ke angkasa, kian lama kenikmatan itu kian bertambah tinggi, kian rapat gesekan dari Alya kian bertambah tinggi kenikmatan yang dihampirinya. Alya tahu bahasa tubuh adiknya mengindikasikan roket yang akan segera meledak. “Jangan dikeluarin di dalem, ya.” Pinta Alya berbisik. Ivan mendengarkannya dan kembali fokus pada kenikmatan yang kian memuncak itu, dan bum! “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!” Ivan serta-merta mendorong Alya, melepaskan diri dari hisapan liang senggama Alya. Dia melenguh dan mengejang, membiarkan roketnya itu meledak-ledak, menyemburkan cairannya dengan penuh kenikmatan. Alya beralih ke samping Ivan dan membantunya dengan memijat-mijat penis Ivan. “Enak gak, Van?” Tanya Alya, melihat cairan yang meleleh dari batang kemaluan adiknya. “Baru kali ini ngerasain ML, enak banget ternyata.” Jawab Ivan sambil tersenyum lebar, memperlihatkan giginya, ekspresi wajah yang sangat senang. “Hahh.” Desahnya, menghela nafas penuh kelegaan. “Hah?” Alya sepertinya terkejut. “Jangan-jangan tadi sebelumnya kamu masih perjaka?” Tanya Alya. Ivan mengangguk, lagi-lagi terlihat senang. “Iiih kamuuuuuuu, kenapa gak bilang-bilaaaaang!!” Jerit Alya tersenym sambil mencubit pipi Ivan. “Tau gitu kita pergi aja ke hotel, biar lebih spesial.” Ucapnya kemudian. “Makasih, ya. Kamu juga cowok pertama yang aku perawanin.” Tutur Alya tersenyum sambil mencium kening adiknya. “Hehe, iya. Gak apa-apa kok ke hotelnya lain kali.” Jawab Ivan sambil melirik kakaknya dengan genit. Ivan terlihat bahagia dengan sikap kakaknya yang jauh lebih baik dari biasanya yang kasar dan cuek. “Iiih kamuuuuuu!” Alya kembali mencubit pipi Ivan. “Udah, nyetir sono! Biar cepet nyampe.” Teriak Alya. “Di Bogor juga hotel banyak loh.” Bisik Alya ke telinga Ivan. T A M A T Baca Pernikahan Putriku Life12 Real Life Stories About Doing It In The CarCars evoke autonomy and adventure the purr of the motor responding to your touch, the way your heart rate quickens as your speed increases. It's no wonder that having sex in the car, according to a new study, remains a rite of passage across America. For many young pleasure seekers, exploring parts unknown in the backseat is just as important as learning to maneuver a vehicle on the open at the University of South Dakota recently surveyed 706 undergraduates about their auto-erotic tendencies. Of the 195 male and 511 female subjects, 60 percent reported having sex in a parked car starting around the age of 17. Men tended to view car sex more favorably than women did, but most found it “an enjoyable sexual and romantic adventure" — and not just a one-off hookup, either. Eighty-four percent of subjects reported having car sex with a serious romantic partner. "People are having sex in their cars because it’s the only place they have! I think it’s always been bit awkward and uncomfortable and always will be,"relationship therapist Aimee Hartstein, LCSW tells Bustle. "It’s all about convenience, privacy, and access."Study author Cindy Struckman-Johnson told The Daily Beast that parked car sex is “a behavior that’s tied to serious dating, which some people think is dying out.” On the contrary. Millennials "don't date" just as much as they "don't have car sex," apparently, because some practices will never go out of honor of this timeless act, I sourced 12 anecdotes from folks about their experiences with sex on Mary L."I was dating this guy when I was a freshmen in college and he was mega hot. He picked me up from my house one night and he drove me to this parking lot [at a store] that was kind of empty and dark. We were drying humping at first and then things got really hot and heavy. Right when we were about to f*ck, a cop pulls up next to us with bright lights and the dude jumped out of nervousness and right when the cop knocked on the car window, he got his cock stuck in his jean zipper exposing not only his member, but its bleeding foreskin. The poor guy was so embarrassed and on top of the embarrassment, he got a summons and was told not to go to that [store] ever again."2. Janie C."A 1995 Saturn is not a good car to have sex in. It's got bucket seats in the front AND back. No leverage."3. Jocelyn L."A gal I was dating years ago took me to Cali to a friends goth/fetish wedding and after the wedding we drove to a party. On the way, she finger f*cked me riding down Santa Monica blvd. It was pretty hot also for the fact that people could see as we were sometimes stuck in traffic."4. Rob N."So I had my first girlfriend, as in, she was literally my first EVERYTHING, in High School. I was 15. And I was really really really horny. We would drive deep into the woods behind the Cobb County animal rescue and put the seats of my 1995 Toyota Camry down and, like, TRY to do it? I realize now we both faked to put an end to what was otherwise a recurring overly long make-out session."5. Kate K."I'm 17 years old, and had been dating my 19-year-old boyfriend C. for about a year at this point. We'd had sex a couple times prior to this evening, but it was never very...eventful. It was a Friday night, we're driving home from a show, and we realize that we're ahead of schedule; I'd told my dad I'd be home at 11 and it was barely 10 We decided to pull off down a little dirt road, made our way a few feet into the woods, and turned the headlights off. I pulled my panties off, hopped on top of him, and got down to it. Halfway through after he'd unexpectedly managed to belatedly pop my cherry — I'm guessing the angle had something to do with it we saw lights pull up behind us. I launched myself off of his lap, pulled my bloodied undies and jeans up as quickly as I could, and sat there in abject horror as a state trooper stomped up and shone his flashlight in the car window. He asked us for ID, but after a few nailbitten moments, grudgingly allowed us to drive off. The thought of my dad's reaction had the scenario played out differently still haunts my dreams to this day."6. Chris M"My first car sex happened in the parking lot of a church. I was 19 and at a party with friends and had brought along a girl I was into who was a mutual friend of my guitar player. It started getting hot in the house so I went outside to try to cool off. The girl I brought came outside to talk and flirt and such. She asked "So I know you from somewhere else than just a mutual friend." I replied, "Yeah, from your dreams." Beyond all reason or human explanation, that worked. She pounces on me and we began making out on the hood of my car. At this point, party goers had begun gathering outside to also beat the heat, and some of them started coming closer to watch us. After a bit of time I wanted to go down on her so I picked her up and threw her on the hood, ripped her panties off from under her skirt and started going down on her. As more people gathered, I decided it was time for a REAL show, so we stood up, stripped off our clothes and I bent her over the hood. We had sex on top of my car for about 25 minutes in front of about a dozen people. It was EXHILARATING! I'm not usually much of an exhibitionist but that was intense."7. Marc C."So, my ex and I were at her place, but she had friends staying there. At first, we were pretty shy about having sex in the house so, we obviously went for the next option her car. The car was really small, so that was the first clue that this wasn't gonna go great. She unlocks her car, we hop in the back, and we start trying to have ~*relations*~. She lays down, but part of her is hanging off the seat. We manage to get her top and underwear off with some miracle moves and contortion, and I get to trying to eat her out. Mind you, there's no room for me to sit in front of her for that, so I scrunch into fetal position in front of her and I'm trying really hard to put the work in, but my knees start to hurt my chest and I just give up. She kept talking about wanting to try it again the next day, but I was honestly so turned off by the whole experience, I was prepared to deal with not having any sex until her friends left the next week."8. Eva W."I was living with my mom at the time and he was living an hour away. Much of our dates were spent in cars, because we didn’t really have a place to hang out. In terms of doing sexy things, it was totally off limits. There was no privacy whatsoever. The only thing that we could do was car sex. We had a code word if we wanted to leave my mom's house and have sex which was to "get ice cream." One night we looked at each other and said we had to get ice cream. My mom lived by a huge stretch of desert, totally untouched land. Lots of dirt and cacti and beautiful trees. So all we had to do was drive a couple blocks away from my house and park in the desert and have car sex. We did it all the time without issue, but one night we were having sex and it was getting really hot and heavy and all of a sudden I notice some really bright lights coming from behind us. I started to panic and thought it was a car approaching. I didn't see any cars but this light was still shining really, really bright. Then I realize that I can hear a helicopter circling above us, and the police are shining their floodlights into our car. I start the car and start driving away, and the helicopter is flying really, really low, and I'm swerving the car and trying to evade the police and I'm speeding really fast. At one point it just turned off the lights and flew away. That was the last time we ever had car sex."9. Ronnie Z."My first sex was car sex. I was 16. She was 18. It took place in front of a punk club in Hallandale Florida in 1981. Christine looked like a girl that Varga misplaced, and desperately wanted back. I remember she was wearing tight black jeans and pumps, and as she got closer to me and my friends, or as I call them, the semi-glamorous disasters of my youth, I noticed a Clash pin on her crimson red tube top which was buckling under the strain. This has got to be a self-fulfilling hallucination I thought. No high school girl looked like her. We hung out and made out and with a belly full of Boonesfarm Tickle Pink and I escorted her to my car. She handed me a pill and without taking my eyes off of her I swallowed it with the warm wine backwash. 'What was that,' I asked as the windows steamed. 'A Quaalude,' she replied with a mischievous grin. Then with Soft Cell's 'Tainted Love' playing I finally lost what could never be returned...I also threw up all over both of us. Amazingly we dated for a few months before she went to college. Only the smell of Tickle Pink in my car lasted longer."10. Jason T."One time, this guy and I were hanging out all night, being adorable and such, and ended up driving up a mountain to watch the sunrise. One thing leads to another, and we start hooking up. Eventually, we start hearing these loud impact noises every 15 minutes, but at this point the windows are fogged up, and we can't see out of the car and are too pre-occupied to care. We get back to business, and the noises start becoming more frequent. Eventually we finish, and the guy, still naked, rolls down the window to check what's up. It turns out that the entire time we were f*cking, an archery team had shown up to practice, and we were literally parked on the range."11. Krystal S."We had only been Facebook friends until he spotted me IRL at a party one night thrown by mutual friends near the beach. Flash forward a few minutes and we are somehow making out, because apparently being internet friends is all the familiarity you need to get something going. I asked him if he'd ever had sex in a car — which he hadn't — and I proceeded to lead him back to mine. It was kind of chilly out, but luckily I was prepared with a pair of scissors, so I just cut a hole in the crotch of my tights for easy access. It wasn't my first ride at the car sex rodeo."12. Stephen H."After a first date with a woman I met on online, I got her a cab to take her home to Harlem and then invited myself into the cab with her. I was, of course, hoping to be invited in when she arrived at her apartment, but she said she didn't want to bring a strange man into her apartment when her young daughter was there. Fair enough. So I went down on her in the backseat of the cab. She seemed to enjoy it plenty, there wasn't time for her to reciprocate before we arrived uptown, and the next day when I emailed inquiring when we might see each other again, she replied that she had never done something like that before and that she had done it with me and enjoyed it which worried her. Oh well."Images Fotolia; Giphy Seperti sudah menjadi ritual di hari Minggu, pagi itu aku bersama Winnie menyaksikan acara gosip di ruang keluarga. Ketika sedang serius menonton, tiba-tiba Dewi adik bungsuku muncul. Lalu dengan gayanya yang cuek dia ikut duduk di antara aku dan Winnie.“Aduuh! Sempit nih De!! Lagian ngapain sih pake ikut-ikutan segala!?” protes Winnie karena acara menontonnya jadi saja aku tertawa melihat Winnie yang marah- marah sedangkan Dewi tidak menghiraukannya sama sekali.“Teh, jalan-jalan ke ITC yuk! Ibu juga mau tuh.” ajak Dewi dengan ceria.“Boleh aja. Tapi Dewi beliin Teteh baju yah.” candaku.“Yeee.!! Ada juga Teteh tuh yang baru gajian beliin Dewi!” kata Dewi sambil menjulurkan yang tanpa sengaja menyaksikan tingkah laku anak- anak gadisnya hanya dapat tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Ya udah. Nanti biar Ibu yang beliin baju buat Dewi pada siap-siap sana.” ujar Ibu pada kami.“Asyiiik!! Emang Ibu paling baik sedunia deh.!” teriak Dewi kegirangan sambil masuk ke kamarnya kemudian disusul oleh Winnie yang masih terlihat malas untuk beranjak dari duduknya.“Teteh bangunin Amar dulu sana. Nanti takut kesiangan jalannya.” lanjut Ibu ketika aku baru saja hendak masuk ke dalam kamar.“Iya Bu.” jawabku lalu segera berbalik untuk menuju ke kamar adik laki-lakiku.“Tok. Tok. Tok. Maaar!! Amaaaar.!! Bangun Maaaar.!!” aku mengetuk pintu kamar adikku dari luar dengan cukup keras sambil meneriakkan lama aku berusaha membangunkan adikku, namun belum juga terdengar sahutannya dari dalam. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar adikku karena pintunya juga tidak dalam keadaan di dalam aku mendapati adikku sedang tertidur pulas dengan posisi terlentang. Aku menggoyang- goyangkan tubuhnya, namun tetap saja belum ada sedikitpun tanda-tanda dia akan terbangun.“Pasti si Amar pulang pagi lagi deh makanya nyenyak banget tidurnya.” keluhku dalam saat aku terus berusaha membangunkan adikku, tanpa sengaja aku melihat penisnya sedang tegak berdiri di balik celananya. Tiba-tiba muncul pikiran isengku untuk membuat adikku terbangun dari tidur pulasnya. Aku kemudian bangkit dari tepi ranjang lalu menuju pintu kamar untuk menutup serta menguncinya. Setelah yakin keadaan telah aman, dengan perlahan aku menurunkan celana pendek beserta celana dalam milik yang panjang dan kurus itu kini sudah keluar dari sarangnya. Tanpa ragu lagi aku segera mengocok penisnya dengan perlahan-lahan.“Eeeehmmm. Teeeeeh. Teeteeeeh. Eeehmmm.” di dalam tidurnya adikku mendesah sambil menyebut-nyebut namaku saat aku sedang menaik-turunkan penisnya.“Si Amar pasti lagi ngimpiin aku yang nggak-nggak deh.” pikirku yang sempat menyangka kalau Amar sudah tersadar dari igauan adikku tadi membuat aku jadi semakin semangat untuk mengocok penisnya dengan lebih cepat sampai 5 menit kemudian, penis milik adikku menyemprotkan spermanya dalam jumlah banyak ke tanganku bahkan hingga menetes ke paha serta tempat tidurnya. Dengan sangat bernafsu aku pun menjilati sperma adikku yang masih menempel di tangan.“Mmmmm. Enak banget rasa spermanya Amar.” aku menggumam pelan sambil menikmati rasa sperma selesai aku pun kembali merapihkan celana adikku seperti keadaan semula. Tidak berapa lama setelah itu dia pun membuka matanya. Wajah adikku terlihat sedikit terkejut melihat kehadiranku yang sudah berada di sebelahnya.“Eh, Te-teteh. Masa barusan Amar ngimpi ngentot sama Teteh.” kata adikku dengan polos sambil mengucek- ngucek matanya.“Dasar kamu Mar.!! Makanya kalo tidur jangan ngimpi yang nggak-nggak tuh.!” jawabku sambil menahan senyum mendengar ucapan adikku.“Abisnya Amar udah lama banget sih nggak ngentot sama Teteh. Sampe celana Amar basah kayak gini.!” kata adikku sambil menunjuk ke arah celananya.“Udah deh Mar nggak usah bahas itu lagi. Mendingan Amar sekarang mandi aja sana. Terus anterin belanja ke ITC yah.” kataku yang tetap merahasiakan kejadian sebenarnya.“Iya deh Teh.” jawab adikku ketika aku sudah beranjak untuk keluar dari selesai bersiap-siap aku pun menuju mobilku yang diparkir di depan rumah. Aku mengambil duduk di sebelah adik laki-lakiku yang bertugas menjadi supir karena seperti biasa Ayah jarang mau ikut apabila diajak pergi ke Mal.“Hari ini Teteh cantik banget sih.” bisik adikku yang terus menatapku dengan pandangan kagum walaupun saat itu aku hanya memakai kaos putih berkerah dan celana jins ketat warna biru.“Kakak sendiri kok digombalin sih.” kataku dalam hati namun tetap saja pujian tersebut membuat aku jadi tersipu kami semua sudah berada di dalam mobil, akhirnya kami pun berangkat. Selama di perjalanan pikiranku selalu menerawang bayangan-bayangan imajinasi liar untuk melakukan persetubuhan dengan adik laki-lakiku seperti yang dulu sering kami lakukan.“Aku jadi pengen bersetubuh sama Amar lagi deh. Mungkin untuk terakhir kalinya.” keinginanku untuk melakukan hal tersebut semakin kuat karena aku juga yakin kalau adikku ingin melakukan hal yang beberapa bulan lalu kami berdua sepakat tidak akan pernah lagi melakukan perbuatan terlarang tersebut, dikarenakan aku dan pacarku telah merencanakan untuk melangsungkan pernikahan kami tahun aku masih teringat akan janji kami itu, namun tetap saja aku tidak dapat menghilangkan pikiran tersebut, apalagi ditambah kenyataan kalau tadi pagi aku baru saja merasakan sperma milik adikku.“Lagi mikirin apa sih Teh? Kok dari tadi diem aja sih?” tanya adik laki-lakiku memecahkan lamunanku.“Ng-nggak kok Mar. Cuma lagi kepikiran kerjaan aja.” jawabku berbohong.“Oh gitu? Tapi kalo Teteh mau cerita, Amar mau kok ngedengerin.” sambungnya lagi.“Makasih ya Mar. Sekarang Amar konsen nyetir aja sana! Entar nabrak lagi.” kataku tersadar kalau percakapan aku dengan Amar tadi dapat terdengar oleh Ibu serta adik-adik perempuanku, maka aku segera menoleh ke bangku belakang. Perasaanku sungguh lega karena ternyata aku mendapati mereka bertiga sedang tertidur lelap.“Untung aja. Jadi mereka nggak denger obrolan aku sama Amar barusan.” karena aku takut kalau Ibu mendengar percakapan kami tadi beliau akan menjadi kuatir menempuh sekitar 1 jam perjalanan kami pun akhirnya tiba. Seperti halnya pada hari-hari libur, di depan jalan sudah penuh dengan mobil yang antri agar mendapatkan parkir di dalam gedung. Karena takut membuang waktu terlalu lama, Amar menyuruh kami semua untuk turun di depan lobi utama, kemudian nanti dia akan menyusul ke dalam.“Bu, Teteh nemenin Amar nyari parkir aja deh. Kasihan Amar. Entar nyasar lagi! Ibu, Winnie sama Dewi duluan aja.” kataku yang melihat ini adalah kesempatan untuk dapat berdua saja dengan adik mereka tidak curiga dengan permintaanku karena alasan yang aku berikan cukup masuk ini memang lebih sering aku datangi bersama pacarku bila dibandingkan oleh Amar yang baru beberapa kali saja. Akhirnya kami janjian untuk bertemu di Food Court karena Winnie dan Dewi sudah kelaparan.“Teteh baik banget sih pake nemenin Amar segala.” kata Amar ketika sedang mencari tempat parkir yang kosong.“Nanti juga Amar tau kok kenapa Teteh mau nemenin.” kataku sambil tersenyum penuh arti yang membuat wajah adikku jadi terlihat mendapati setiap lantai sudah terisi penuh, maka kami terus mencari parkir hingga ke tingkat paling sampai di sana, aku melihat kondisi pelataran parkir tersebut sangatlah sepi, paling hanya diisi sekitar 10 mobil saja. Mungkin karena banyak orang yang malas untuk parkir hingga ke lantai atas, sehingga mereka lebih memilih untuk parkir di luar gedung saja. Namun sungguh kebetulan karena memang suasana seperti inilah yang aku harapkan.“Mar, parkir di sana aja tuh.” aku menunjuk sebuah tempat kosong yang berada di sudut dan jauh dari mobil- mobil segera adikku mengarahkan mobil kami untuk menuju tempat yang aku tunjuk tadi. Tempat tersebut ternyata cukup gelap karena tidak terlalu terjangkau oleh sinar matahari maupun lampu penerangan, dikarenakan tempatnya yang memang cukup terpencil.“Mar. Teteh jujur aja kalo sebenarnya Teteh masih sering kepikiran tentang kita.” kataku setelah Amar selesai parkir dan mematikan mesin mobil.“Maksudnya Teteh apa sih?” tanya adikku yang sepertinya memang belum mengerti apa maksud perkataanku.“Eeemm. Teteh pengen gituan lagi sama Amar.” jawabku terus terang.“E-eh. Te-teteh serius nih?” adikku bertanya dengan adikku tadi hanya aku jawab dengan anggukan lalu secara perlahan-lahan aku mulai mendekatkan wajahku ke arahnya. Aku dapat merasakan hembusan nafas adikku yang memburu di wajahku. Kemudian aku lingkarkan tanganku pada lehernya dan bibir kami mulai saling bertemu. Aku mengeluarkan lidah menjilati bibirnya, adikku juga ikut mengeluarkan lidahnya untuk membalas kami semakin panas seiring dengan gairah yang membara di dalam diri kami. Suara-suara kecupan bercampur dengan erangan tertahan ditambah oleh nafas kami yang semakin tidak adikku kini merambat turun hingga ke leher mulusku, kemudian dengan bibir serta lidahnya dia mencium dan menjilat dengan penuh nafsu. Sambil terus menciumi leherku, tangan adikku meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus pakaian lengkap.“Eeeemmmhhh.” desahku sangat puas dengan hanya memegang payudaraku dari luar saja, tangan adikku mulai menarik ujung kerah bajuku ke atas hingga akhirnya terlepas seluruhnya. Kini bra milikku yang berwarna pink dan perutku yang mulus jadi terlihat. Dengan cepat kedua tangan adikku meraih tali bra tersebut, kemudian dia membuka kaitannya hingga kini payudaraku sudah tidak tertutup apa-apa payudaraku tidak besar bentuknya, namun tetap saja menantang untuk diraba dan diremas oleh siapapun yang melihatnya. Sementara kedua putingku yang berwarna kecoklatan nampak nikmat untuk tangan adikku kini memegang masing-masing buah dadaku. Kemudian aku pun mulai memejamkan mata karena ingin lebih menghayati dan menikmati rabaan dan remasan adikku sehingga dia pun juga semakin adikku meremas-remas kedua payudaraku sambil memilin kedua putingnya dengan jari-jarinya yang panjang hingga membuatnya semakin tegang. Tampak putingku yang kecoklatan sudah sangat mengeras akibat ulah adikku.“Oooooooh. Ooooohhhh. Aaaaaaaaaah.” aku merintih tidak tidak tahu persis berapa lama buah dadaku menjadi bulan-bulanan adikku. Namun yang aku sadari hanya darahku semakin berdesir ketika adikku kini mulai menyedot-nyedot puting payudaraku. Aku yang merasa semakin terangsang hanya dapat menggunakan kedua tanganku untuk mengelus-elus kepala adikku yang sedang menghisap payudaraku. Tubuhku bergetar hebat merasakan payudaraku dihisap habis oleh adikku.“Aaaaaghhh. Amaaar. Teeruuuuus.” aku melenguh ketika dengan semakin rakus adikku melumat adikku ternyata tidak tinggal diam, sambil terus melumat payudaraku tangannya memainkan vaginaku yang masih tertutup dengan celana jeans.“Mar. Teteh pengen isepin penis Amar sekarang.” aku berkata pelan sambil menatap saja mendengar permintaanku tanpa pikir panjang lagi adikku langsung melucuti celananya sendiri hingga kini terpampang jelas penisnya sudah tegak berdiri seperti tiang bendera.“Kok udah tegang kayak gitu aja sih Mar? Pasti Amar udah nggak tahan ya?” tanyaku dengan nada menggoda.“I-iyaa Teh.! Abis udah lama banget nggak pernah disepong sama Teteh lagi.” jawab adikku dengan wajah rasa canggung dan ragu, akupun memegang dan mengocok perlahan penis adikku. Nafsu birahiku sepertinya sudah menguasai diriku sampai aku lupa bahwa sekarang kami berdua sedang melakukan hal ini di dalam parkiran mobil yang sewaktu-waktu bisa saja ada satpam atau orang lain yang datang memergoki kami.Pleeekhh. Pleeekk. Pleeekkk.’ terdengar suara kocokan tanganku pada batang penis Amar yang semakin menegang saja.“Uuuuuuugghhh. Teeeeeh.!!” Amar melenguh-lenguh ketika aku bermain pada penisnya.“Teeeh. Amaaar nyalain AC dulu yaaah. Jadi panaaass nih!” kata adikku yang memang dahinya sudah tampak penuh dengan hanya mengangguk lalu menghentikan kocokanku tanpa menjawab pertanyaan adikku terlebih tidak mau kehilangan waktu sedikitpun, dengan terburu-buru adikku memutar kunci mobil yang masih menempel pada kontak, kemudian segera menyalakan saat jeda itu aku baru tersadar kalau ternyata tubuhku juga sudah basah oleh keringat.“Lanjutin lagi dong Teh.! Udah nggak tahan nih.!” pinta Amar setelah udara di dalam mobil menjadi lebih langsung meraih penis tersebut dan berkata “Amar udah siap diisepin sama Teteh?” Tanpa perlu menunggu jawaban dari adikku terlebih dahulu, aku pun langsung memasukan penis tersebut ke dalam mulut.“Mmmmmmhh.” aku dengan cepat mengulum dan memainkan lidahku pada penis Amar.“Aggghhh.!! Iseeep teruuus Teeeeehh.!! Iyaaaah. Eenaaak bangeeeeet.!!” kata adikku yang kini mendesah dan mengerang keenakan menikmati apa yang aku lakukan pada tercium bau keringat dari penis adikku sehingga aku harus sedikit menahan nafas. Namun aku terus saja memasukkannya lebih dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menghisap, terkadang tanganku juga turut aktif mengocok penisnya.“Aaaaahh. Teteeeeh makiin jagooo ajaaaa nyepongnyaaaaa.!!” ceracau adikku karena saat itu aku memang mengeluarkan semua teknik tangan adikku membelai rambutku dengan lembut selagi aku terus berusaha membuat penisnya semakin menegang. Sesekali aku menatap nakal pada adikku, agar dia semakin terangsang. Tidak lama kemudian tangan adikku mulai bergerak untuk meraba-raba kedua payudaraku selagi aku sedang menikmati penisnya.“Mmmhh. Slurrrp. Mmmmhh.” tentu saja saat ini aku tidak bisa bebas mendesah ketika kurasakan tangan adikku semakin kencang meremas dadaku.“Mmmmh. Aaaaaaahh. Maaaar.!!” karena tidak kuat lagi akhirnya aku mendesah hingga untuk sesaat penis adikku terlepas dari kulumanku.“Kok berhenti sih Teh? Terusin lagi dong. Enak banget sepongannya Teteh!” dengan kurang ajar adikku menjejalkan penisnya ke dalam mulutku.“Mmmppph.” aku merintih tertahan lalu melanjutkan hisapanku yang sempat tertunda.“Oooooooh. Teteeeeeeeeh.!!” adikku mulai menjambak rambutku dengan kencang karena mungkin dia tidak mampu menahan kenikmatan yang adikku itu kujilat memutar, lalu kepala penisnya kuhisap kuat-kuat dan beberapa saat kemudian penis itu kembali kucelupkan ke dalam kuluman mulutku. Namun karena tangan adikku masih saja terus-terusan bermain pada kedua payudaraku, maka beberapa kali aku melenguh tertahan karena mulutku penuh dengan karena adikku tidak mau cepat-cepat mengalami ejakulasi dia berkata “Udah dulu Teh.! Sekarang giliran Amar yang muasin Teteh yah.” sambil menarik pelan kepalaku hingga hisapanku pada penisnya aku membuka celana panjang dan menurunkan celana dalamku yang juga berwarna pink. Sehingga sekarang terlihatlah vaginaku yang tanpa dihiasi bulu sedikitpun. Adikku memperhatikan sejenak kemaluanku sambil mengelus pelan bibir bagian luarnya.“Memek Teteh masih rapet aja.” adikku terkagum-kagum walaupun ini bukan pertama kalinya dia memegang dengan tidak sabar jari-jari tangannya membelai kemaluanku yang memang tampak menggoda. Dua jarinya kemudian masuk ke dalam dan mengelus-elus dinding vaginaku sekaligus mencari klitorisku. Ketika menemukan titik rangsangan itu, adikku semakin gencar memainkan benda tersebut sehingga tubuhku semakin tidak terkendali dan terus menggeliat-geliat.“Aaaaaaaaaahh.” aku mendesah-desah karena jari adikku terus menyentuh bagian AC di dalam mobil menyala cukup dingin, namun butir-butir keringat seperti embun semakin membanjiri wajah dan tubuhku yang menandakan betapa terangsangnya aku. Supaya lebih memudahkan Amar, aku kemudian mengangkat paha sebelah kananku hingga berada di bangku yang sedang diduduki adikku hingga kini aku berada dalam posisi kedua jarinya, adikku membuka bibir vaginaku sehingga udara dingin dari AC menerpanya dan membuatku semakin merinding. Tubuhku semakin bergetar ketika dengan penuh nafsu Amar mulai membenamkan wajahnya dan menjilat-jilat vaginaku.“Oooohhh. Teruuuuushhh Maaar!! Enaaaaak.” aku berteriak-teriak menikmati jilatan yang sekarang sudah jauh lebih berpengalaman, memainkan lidahnya dengan jitu pada klitorisku, sedangkan jari tengahnya menerobos lubang vaginaku. Jendela mobil yang dalam keadaan tertutup rapat membuat aroma khas dari vaginaku segera menyebar di dalam mobil yang justru membuat adikku semakin bernafsu memainkan lidahnya.“Eenngghh. Teruuuuus Maar.!!” aku menggeliat merasakan lidah adikku bergerak liar merangsang setiap titik peka pada sungguh menikmati permainan jilatan dari adikku hingga otot vaginaku semakin menegang. Birahiku pun semakin memuncak yang berakibat tubuhku menggelinjang hebat.“Aaaaah. Amaaaaar.!! Teteeeeh keluaaaaaaar.!!” aku mengerang panjang karena merasakan nikmat yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah dan tangan adikku akhirnya membuatku mencapai orgasme yang pertama. Tubuhku mengejang luar biasa hebat! Dengan tangan kiri aku meremas-remas payudaraku sendiri dan tangan kananku menekan kepala adikku agar lebih terbenam lagi di selangkanganku. Aku merasakan vaginaku dihisap kuat oleh adikku dan dengan rakusnya dia melahap setiap tetes cairan yang terus mengalir dari sana.“Aaaaah.!! U-udaaaah Maaar.! Teteeeh udaah nggaak kuaaat lagiiii.!!” aku memohon agar adikku menghentikan jilatan dan hisapannya pada memperdulikan permintaanku, adikku terus melumat kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya menyapu seluruh pelosok vaginaku dari bibirnya, klitorisnya hingga ke dinding bagian dalamnya. Namun perbuatannya itu memang memberikan sensasi yang luar biasa. Aku benar-benar telah lepas kontrol dan mataku menjadi merem-melek dibuatnya. Setelah menyantap cairan cintaku hingga benar-benar habis barulah adikku menghentikan hisapannya.“Dasaaar. Heeeh. Kamuuu nakaaal Maar.!! Heeeh. Heeeeh.” kataku dengan nafas terengah-engah.“Tapi Teteh suka kan?” tanya adikku yang di pinggir mulutnya masih tampak lengket dengan cairan dapat berkata apa-apa, aku menganggukkan kepala tanda setuju sambil tersenyum puas. Seperti tidak mau memberi kesempatan bagiku untuk beristirahat, adikku mencium lagi bibirku yang juga kubalas dengan tidak kalah bernafsu. Selagi kami berciuman aku dapat mencium aroma tajam dari cairan vaginaku yang melekat pada mulutnya.“Mar. Masukin penis kamu ke vagina Teteh dong. Teteh udah nggak tahan.” aku berkata mesra di telinganya setelah tenagaku pulih kembali.“Ayo Teh! Tapi biar lebih enak kita pindah ke bangku belakang aja yah.” ajak adikku dengan penuh aku berpikir kalau benar juga apa yang dikatakan oleh adikku tadi, aku pun menuruti perintahnya untuk berpindah ke bangku belakang lalu mengambil posisi tiduran. Sedangkan adikku yang masih berada di bangkunya, terlihat sedang sibuk membuka bajunya hingga akhirnya kami berdua sudah dalam keadaan telanjang bulat. Setelah itu adikku ikut menyusul ke belakang.“Jangan kasar-kasar yah Mar.” pintaku.“Iyaaa Teh.” jawab adikku ketika sedang berusaha memasukkan melebarkan kedua pahaku lalu mengarahkan penis panjangnya di antara vaginaku. Bibir vaginaku jadi ikut terbuka siap untuk menyambut penis yang akan memasukinya. Namun di luar dugaan adikku tidak langsung mencoblosku, melainkan sengaja dia gesek-gesekkan terlebih dahulu kepala penisnya pada bibir luar vaginaku agar semakin memancing birahiku.“Masukiiiin sekaraaaaang Maaar.!!” karena sudah tidak sabar ingin segera dicoblos aku pun meraih batang penis milik adikku yang sudah tegang dan keras sekali lalu membimbingnya untuk masuk ke dalam vaginaku.“Uuughhh. Peniiis Amaaaar enaaaak bangeeet.!!” kataku setelah merasakan penis adikku yang kini hampir memenuhi seluruh rongga vaginaku.“Memeeek Teteeeeh jugaa nikmaaat desah perlahan adikku mulai menggenjot vaginaku yang sudah mulai basah lagi. Kami berdua sama-sama saling melampiaskan hasrat dan nafsu yang begitu menggebu- gebu. Saat melakukan persetubuhan aku sempat berpikir ada untungnya juga kami parkir di lantai yang sepi dan letaknya cukup jauh dari mobil-mobil lain, kalau tidak tentu goyangan-goyangan dari dalam mobil ini pasti akan mengundang kecurigaan.“Aaaaaaakkhh.” erangku sambil mengepalkan tangan erat-erat saat penis adikku sudah masuk seluruhnya ke dalam adikku menarik penisnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan vaginaku yang bergerinjal-gerinjal itu. Aku juga ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot vaginaku mengimbangi hentakan penisnya. Ternyata gerakanku tadi membuat sodokan adikku semakin lama semakin kencang saja.“Aaaauuuuuuhhh.!!” aku menjerit lebih keras akibat hentakan keras dari penis adikku pada lubang selama adikku menyetubuhiku tubuhnya yang kurus terus bercucuran keringat. Beberapa menit kemudian adikku menurunkan tubuhnya hingga menyambutnya dengan pelukan erat, sementara kedua kakiku aku lingkarkan di pinggangnya. Adikku mendekatkan mulutnya ke leherku lalu di bawah sana penis adikku semakin gencar mengaduk-aduk vaginaku diselingi gerakan kami berdua sudah berlumuran keringat yang saling bercampur.“Aaaaaagh. Aaaaaah. Oooooh.” aku terus merintih karena merasa akan mengalami orgasme kembali.“Aaaahhh. Teteeeh keluaaar lagiiii Maaaaar.!! Oooohhhh.” aku melenguh panjang ketika aku orgasme untuk yang kedua keras tadi menandai orgasme dahsyat melandaku melebihi yang pertama tadi. Aku pun menjerit sejadi-jadinya, tidak peduli sedang dimana aku sekarang ini, untung mobil itu tertutup rapat dari dalam sehingga suaraku tidak akan terdengar sampai keluar.“Sekarang giliran Teteh yang di atas yah.” tanpa memberi aku waktu adikku merubah posisi kami sehingga kini aku berada di atas masih merasa sangat lelah akibat mengalami dua kali orgasme, namun tanganku tetap meraih penis Amar lalu mengarahkannya ke vaginaku.“Ooohh. Eenak bangeeet Mar!!” kepalaku menengadah sambil mengeluarkan desahan menggoda saat menurunkan tubuhku hingga penis adikku melesak masuk ke dalam vaginaku yang sudah basah.“Teteeeeh. Oooooohhh. Teteeeeeeeh.” Amar juga ikut mendesah sambil tidak henti-hentinya meneriakkan tangan adikku memegang sepasang payudara milikku dan meremasinya. Sesaat kemudian, aku sudah mulai menaik-turunkan tubuhku di atas penis adikku. Amar melenguh merasakan bibir vaginaku mengapit penisnya dan dinding-dinding bergerinjal di dalamnya menggeseki penisnya di dalam sana. Goyangan naik-turunku semakin liar dan desahanku pun semakin tak berada dalam posisi di atas, aku baru sempat memperhatikan dari dalam mobil kalau ternyata sudah cukup banyak mobil lain yang parkir di dekat tempat kami sekarang. Sebenarnya ada rasa ketakutan yang besar di dalam diriku apabila kami berdua sampai dipergoki oleh orang lain dalam keadaan seperti ini. Namun justru inilah sensasi dari melakukan seks di tempat yang berbahaya.“Aaaaahhh.” aku sungguh menikmati posisi tersebut dikarenakan penis adikku menancap lebih dalam pada mencondongkan badanku lebih ke depan sehingga payudara milikku mendekati wajah adikku, tanpa diminta dia langsung melumatnya. Tangan adikku juga ikut meremasi bongkahan payudaraku dan mulutnya menggigit-gigit kecil putingnya. Aku merasakan betapa liang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan adikku itu sedalam-dalamnya.Clep. Clep. Clep’ suara vaginaku yang sudah becek bergesekan dengan penis milik pelumas vaginaku keluar sangat banyak sehingga penis adikku semakin lancar keluar masuk penuh birahi aku terus menggenjot penis nakal adikku meraih payudara serta pantat mungilku lalu meremas-remasnya dengan gemas.“Ooohh. Memeeeek Teteeeeh. Sempiiit bangeeeeet.!! Enaknyaaaa.!!” adikku terus memuji lama aku menaik-turunkan tubuhku dengan liar dalam posisi di atas hingga akhirnya tubuhku dirasakan semakin mengejang. Gelombang kenikmatan itu menyebar ke seluruh tubuh menyebabkan tubuhku berkelejotan dan mulutku mengeluarkan erangan panjang. Hanya dalam waktu kurang dari 15 menit aku menggoyangkan tubuhku di atas adikku, aku pun mengalami orgasme untuk yang ketiga kalinya! “Aaaaaaaah. Teteeeeh mauuuu keluaaaaar lagiiii. Aku melenguh panjang meresapi kenikmatan yang melanda tubuhku.“Amaaaar jugaaa udaaah mau keluaaar Teeeh.!!” teriak adikku yang akhirnya hampir mencapai klimaks.Croooot. Croooot. Croooot.’ tidak lama kemudian akhirnya terdengar suara sperma adikku yang mengisi penuh rahimku dalam waktu yang sangat itu alat kejantanan adikku tetap aku biarkan terbenam sedalam-dalamnya di liang kewanitaanku sehingga seluruh cairan birahinya terhisap di dalam tubuhku sampai tetes terakhir. Aku memang sengaja berusaha menjepit penisnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam sungguh mengagumi keperkasaan adikku yang mampu membuatku mencapai orgasme hingga beberapa kali. Selanjutnya kami hanya bisa terhempas kelelahan di jok belakang itu dengan tubuh bugil kami yang penuh oleh keringat. Kami berdua berpelukan mesra menikmati sisa- sisa kenikmatan. Nafas kami saling memburu hingga akhirnya mulai normal lagi setelah beberapa menit beristirahat.“Amar hebat banget sih.! Masa Teteh udah keluar sampe tiga kali, Amar baru sekali.” pujiku sambil mengecup mesra bibir adikku.“Berarti nggak percuma dong Amar sering ngentot sama cewek Amar.” katanya terus saja aku sedikit tidak rela kalau adikku bersetubuh dengan wanita lain selain diriku. Namun aku pun harus belajar menerima semua itu, karena aku pun juga tidak setia dengannya. Tidak lama kemudian adikku kembali melumat bibirku dengan lebih lama dan bergairah. Lidah kami saling beradu dan saling hisap dengan sangat terus berciuman, tangan kurus adikku tidak henti- hentinya menjelajahi seluruh tubuhku. Sentuhan demi sentuhan adikku kembali menaikkan gaya nakal aku mendorong dada adikku hingga dia kini kembali berada dalam posisi telentang. Aku menaiki wajah Amar kemudian menggeser tubuhku hingga penisnya berada di atas mulutku, sementara itu mulut adikku juga tepat di bawah vaginaku.“Jilatin vagina Teteh yah Mar. Puasin Teee. Aaaaahhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-kataku lidah adikku sudah lebih dulu menyapu bibir membalasnya dengan menjilati kepala penis adikku yang sudah tampak licin dan berwarna kehitaman. Lidahku menjilati bagian yang disunat tersebut beserta lubang penisnya. Aksiku itu membuat tubuh adikku menjadi bergetar dan mulutnya mengeluarkan lenguhan birahiku yang naik semakin tinggi, tentu saja aku semakin bersemangat mengoral penis milik adikku. Aku hisap benda itu kuat-kuat hingga pipiku sampai terlihat cekung menghisapi penis tersebut. Tanganku yang halus juga ikut memijati buah zakar adikku sehingga pasti menambah kenikmatan baginya. Jari-jari adikku pun ikut menusuk-nusuk hingga vaginaku semakin basah saja bergoyang dengan liar akibat ulah adikku yang dengan sangat cekatan menjilati vaginaku yang kini telah banjir. Adikku juga terlihat semakin bersemangat menghisap-hisap dan menjilati klitorisku. Tidak mau terus kalah dengan Amar, aku semakin berusaha mengeluarkan kemampuan dalam menjilat dan menyedot-nyedot penis miliknya hingga dia merasakan kenikmatan yang luar adikku tetap tidak ingin kalah dengan mengalami orgasme terlebih dahulu. Sehingga kami berdua kini saling berlomba merangsang satu sama lain dan tinggal menunggu saja siapa yang tidak kuat bertahan.“Teteeeeh nggaaaak kuaaaaaaat lagiiiii.!! Aaaaahhhhhhh.!!” lagi-lagi akulah yang menjadi pecundang karena sudah tidak tahan lagi dirangsang sedemikian rupa oleh ini aku bahkan mengalami orgasme yang sungguh luar biasa! Saat itu aku sama sekali tidak ingat lagi dengan keadaan sekitar sehingga aku meracau tidak karuan sambil berteriak-teriak dengan keras. Sementara itu vaginaku mengeluarkan cairan yang sangat banyak hingga membuat wajah adikku jadi basah terus-menerus merangsang titik-titik sensitif pada daerah vaginaku hingga membuat tubuhku semakin berapa lama setelah aku mengalami orgasme, adikku sudah mulai terlihat tidak tahan lagi dengan perlakuanku pada penisnya. Apalagi mulutku terus melakukan hisapan secara akhirnya Croooott. Croootttt. Croooott.’ sperma adikku yang hangat, kental serta memiliki bau yang khas, keluar dengan sangat banyak ke dalam mulut mungilku.“Ooooohh. Sedoot teruus Teeeh!! Enaaaak. Teleeen pejuuu Amaaar semuanyaaaa.!!” perintah adikku agar menelan seluruh sperma yang dikeluarkan dari penisnya dengan mulutku sampai betul-betul selesai meminum sperma adikku yang terasa sangat nikmat di mulut, aku pun meraih batang penisnya lalu menghirup dalam-dalam aroma spermanya. Dengan perlahan aku menjilati sisa sperma adikku yang masih menempel hingga penisnya menjadi mengkilap dan licin kembali.“Emang paling mantep deh sepongannya Teteh.!” kata adikku memuji tenaga kami sudah terasa habis, kami berdua hanya bisa menyenderkan tubuh di kursi belakang. Selama kami tersandar lemas di bangku belakang, suasana di dalam mobil menjadi hening. Hanya terdengar suara desah nafas dan juga suara tiupan AC mobil yang angin dinginnya menerpa tubuh telanjang kami berdua.“Ternyata mimpi Amar bener-bener jadi kenyataan.” kata adikku yang nampak tersenyum layaknya sepasang kekasih, aku menyandarkan kepalaku di pundak Amar sambil memeluk badannya yang kurus. Kemudian kami berciuman kembali sambil saling menggoda dan bercanda menikmati saat-saat terakhir sebelum akhirnya berbenah diri.“Aduh Mar!! Kita udah satu jam lebih nih.! Nanti bilang apa ke Ibu?” aku berteriak kaget ketika melihat ke arah jam tanganku.“Tenang aja Teh! Bilang aja nyari parkirnya susah, terus Teteh bilang aja sekalian liat-liat baju.” jawab adikku dengan santainya.“Iiih. Amar emang pinter banget deh kalo nyari alesan.!” kataku sambil mencubit pelan kembali berpakaian lengkap akhirnya kami pun segera keluar dari mobil dan menuju ke Food Court tempat Ibu dan adik-adikku yang lain menunggu. Ternyata alasan yang disarankan Amar tadi benar-benar membuat mereka percaya begitu sudah merasa sangat lapar dan lelah akibat saling melepas birahi di mobil tadi, akhirnya aku dan Amar langsung memesan makanan sebelum kami semua melanjutkan perjalanan untuk hari ini menjadi belanja paling melelahkan bagiku. Bahkan aku sempat tertidur di mobil cukup lama dalam perjalanan pulang ke dalam hati kecilku, aku merasa yakin kalau setelah kejadian ini aku dan adik laki-lakiku akan tetap melanjutkan hubungan terlarang ini setiap kali ada tidak tertutup kemungkinan kami melakukannya setelah aku menikah dengan pacarku nanti. Nama saya Citra samaran , dan saya adalah mahasiswa semester 5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta Pusat , dan apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu. Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika semester lima, bagaimana tidak, hari itu aku ada tiga mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan yang terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi kalau ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas masih tersisa enam orang dan Pak Didi , sang dosen. “Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?” ajak Dimas “Jauh nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi” Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya kampus. Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku. “Eeii… mau ngapain kamu ?” tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba mendekapku. “Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih” katanya sambil menangkap tanganku. “Ihh… nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila !” tolakku sambil berusaha lepas. Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya. “Dimas… jangan… nggak mmhhh!” dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku. Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku. “Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih” katanya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya. Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku. Dan… oohh… rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka. Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba- tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku. Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur 40-an itu lalu berkata, “Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut ?” Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang. “Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang beresin” kataku “Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini !” Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku. “Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu !” perintah yang tinggi itu pada Dimas. Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan punggungku ke tembok. Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy , dan temannya yang berkumis itu bernama Romli . Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum. “Hehehe… cantik, mulus… wah beruntung banget kita malam ini !” katanya “Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?” tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu. “Citra” jawabku dengan agak bergetar. “Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka. “Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?” pinta Pak Romli memajukan wajahnya Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu. “Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini dong harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku. Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai pahaku. Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung diturunkan. “Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas payudara kananku yang pas di tangannya. Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas. Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan. “Waw…keras banget, mana diamaternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa mati orgasme nih saya” Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin membengkak saja. Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku. “Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini” celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal. Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki kanan. “Pak masukin sekarang dong” pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku. “Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih !” kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik. ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku. Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme. “Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah mau nih” bujuknya dengan terus mendesah “Ahh… iyahh… di dalam aja… ahh” jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang barusan. Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai- berai, kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis. “Hehehe…liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita kamu” kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku. Opps…omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku mengocok penisnya. Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya dengan lidahku. “Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli. Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba- tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat adegan-adegan panasku. Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh… seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas. Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset. “Huh…capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga aktif mencupangi pundak dan leherku. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan menggenggamkannya pada batang penisnya. “Mmpphh… mmmhh !” desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap. “Ayo dong Citra… emut, sepongan kamu kan mantep banget” Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya. Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar “Aahhkk… saya mau keluar… non” Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan creett…creett, beberapa kali semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya lagi. Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku. Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu. “Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku. “Citra… Citra… sori dong, kamu marah ya !” kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir. Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata “Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila yah, see you, good night” Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya. Anda sedang membaca artikel tentang Nafsu Dalam Mobil dan anda bisa menemukan artikel Nafsu Dalam Mobil ini dengan url anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Nafsu Dalam Mobil ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Nafsu Dalam Mobil sumbernya.

cerita dewasa di mobil